It’s just a fiction story..
Waktu kecil-sebelum mengerti segala hal-aku nggak suka dengan turunnya hujan. Karena, jika hujan turun, aku tidak bisa bermain di luar bersama teman-temanku yang lain. Tubuhku lemah, tidak boleh terkena hujan. Jika aku nekat, pasti langsung terkena penyakit. Hal itu pernah beberapa kali terjadi. Keluar masuk rumah sakit membuatku berfikir seolah rumah sakit adalah rumahku yang lain. Setiap pergi ke sekolah pun aku selalu membawa payung dan jaket. Namun, ada saat dimana aku tidak membawa payung, saat dimana baru kumengerti tentang segala hal.
Saat itu, umurku sekitar 6 tahun, baru memasuki sekolah dasar kelas satu. Ketika ingin pulang, tiba-tiba hujan turun sangat deras. Aku lupa tidak membawa payung, orangtuaku pun tidak menjemput. Aku hanya bisa menunggu, sampai sang hujan berhenti melimpahkan linangannya ke bumi. Kemudian, dia datang. Menghampiriku, menyodorkan payungnya sambil tersenyum kepadaku. Senyumannya yang sangat khas dan tulus. Aku sempat menolak bantuannya, tetapi dia tahu aku tidak akan pulang jika hujan belum reda. Dia pun melambaikan tangannya sebelum berlari kecil ke rumahnya menembus derasnya hujan. Akhirnya aku pulang menggunakan payung kecilnya.
Sejak kejadian itu, selama satu minggu dia tidak masuk sekolah. Kudengar dari para guru, ia masuk rumah sakit. Dia sakit karena menolongku. Siapapun pasti tahu dan mengerti, jika terkena hujan deras seperti itu pasti akan terserang sakit, apalagi anak kecil seperti kami yang daya tahan tubuhnya masih rentan. Kira-kira seperti itu makna yang Ibuku katakan, ketika aku menceritakan kejadian waktu itu dengan penuh penyesalan. Namun, ada hal yang yang lebih membuatku menyesal. Orangtuaku memutuskan untuk pindah rumah ke luar
Ternyata sang waktu sanggup menghapuskan ingatan akan kejadian tersebut. Hanya ingatan itu saja. Kini, setelah dua belas tahun berlalu, aku memutuskan untuk melanjutkan sekolahku ke luar kota-bukan
Untuk yang selalu kurindukan dan kunanti.
0 komentar:
Posting Komentar